Kamis, 26 Desember 2013

selamat ulang tahun. Kamu yang ada disana

Hari ini perayaan ulang tahun kamu. Seperti biasa. Diam-diam.

Ini sudah tahun ke 9, aku merayakan diam-diam dan mengucap do'a diam-diam pula.

menyedihkan? mungkin. tapi, mengetahui bahwa kamu bahagia nun jauh disana saja, sudah membuat aku lega.

pernah jatuh cinta? semua orang pasti pernah.

pernah memendam perasaan sampe lebih dari sewindu? mungkin gak semua orang pernah ngalamin.

bolak-balik pacaran sana-sini, terlalu banyak orang lain yang hadir tapi gak pernah benar-benar hadir. mereka ada di hidupku. tapi, tidak ada yang pernah benar-benar menyentuh hingga tidak bisa terlupakan seperti kamu.

pertanyaan besar yang seringkali bahkan selalu sepertinya aku tanyakan pada diri sendiri adalah kenapa harus kamu? kenapa bukan orang lain? kenapa harus laki-laki yang bahkan gak pernah benar-benar menyadari keberadaanku? why?

tapi yaudahlah, aku menerima segala hal yang diberikan Yang Maha Kuasa termasuk Guilty Pleasure ini. ini perasaan menyenangkan sekaligus perasaan bersalah. I feel guilty when i'm just stuck with this feeling. About more than 8 years. 


hal yang paling aku cinta dari menulis adalah berbagai macam ekspresi bisa kutuangkan dalam rangkaian kata.

aku akan bersikap masa bodo dan melupakan apa yang ada di kehidupan nyata. karna buatku, di lembaran ini, aku bebas mengatakan apapun. perasaan apapun buatmu.

Selamat ulang tahun kamu. Aku jatuh cinta padamu. 9 tahun yang lalu, sekarang, gatau nanti. yang jelas, perasaan ini lebih dari sekedar yang bisa dirasakan. selagi kamu bahagia, dengan siapapun itu, aku akan jadi orang pertama di dunia yang mendoakan kamu bahagia selama-lamanya.

I love you, my first love.

Senin, 19 Agustus 2013

selamat ulang tahun yay



Don’t judge a book by the cover.
Pernah denger kalimat ini?
Gue gak Cuma denger, tapi ngalamin juga. I have a friend. A best friend actually. Siapa pun yang ketemu dia buat pertama kali pasti bakal bilang kalo ni orang supel dan ceplas ceplos.

Menurut gue, dia adalah penganut paham ngelakuin dulu baru setelahnya mikir alias enggak mikir panjang. Dia keras dan suka maksa, gue paling gak mau dipaksa, dan pas temenan deket sama dia, banyak banget hal yang dia paksain ke gue. Sebel? Harusnya sih. Tapi, kok gue malah seneng dipaksa-paksa. Kerasa ada yang peduli aja gitu sama gue. That’s true.

Buat pertama kali kenal dia, i’ve never thought , bisa-bisanya gue sahabatan sama dia. Tapi, itulah, jangan pernah sekalipun nilai siapapun cuman dari luarnya aja, kalo lo belom bener-bener kenal deket sama orangnya. And yes, gue salah.

Sejujurnya aja, gue itu orangnya lurus-lurus aja, kebanyakan mikir, dan takut ngambil resiko. Dan sahabatan sama dia, bikin gue ngeliat semua hal dengan cara pandang berbeda. Jadi berbeda itu asik, yang penting bertanggung jawab. Dan ya, dia udah ngubah gue. In a good way.

Ohya, dibalik sikap ceplas ceplos nya dia, dia sebenernya sensitif berat. Gampang tersentuh, gue yakin pas lagi baca tulisan gue ini dia lagi senyum-senyum terharu gitu.

Dengan banyak banget hal yang dia lakuin ke gue, dari mulai yang nyebelin banget sampe ke yang nyenengin, buat semuanya itu, gue pengen terima kasih. 
Terimakasih buat semua pengalaman yang gak akan gue alamin kalo dulu pas sma gak se-genk sama lo. 

Terimakasih buat tawa, senyum, tangis, pelukan dan semua hal yang ada selama ini. Terimakasih banyak. Tanpa semua itu, orang yang lagi nulis semua kata-kata ini cuman bakal jadi orang yang lurus-lurus aja, gak berwarna. 

Sweet gak sih nulis kayak gini buat seorang sahabat? Sweet lah. Tapi, gue sweet nya cuman bisa ditulisan aja, alias bego dalam hal berbicara. Yah, gue gak berubah-berubah banget ya ternyata haha.

Oke, selamat ulang tahun. Semoga hal kecil yang lagi lo baca dan lagi lo tonton, jadi kado 20tahun yang manis yah. Aku sayang kamu. Peluk cium dari jauh :* {}

Kamis, 15 Agustus 2013

am i different ?


Aku berbeda. 

Berapa kali pun menyangkal. Aku tetap tau bahwa aku berbeda dari mereka. Jika mereka lebih dalam mengenalku, mereka pasti tau hal ini. Sayangnya tidak ada yang mau benar-benar mengenalku. Kebanyakan dari mereka memujaku bagai Dewa, tapi seringkali mereka lupa, aku bukanlah dewa, aku manusia seperti mereka. Mereka tidak membiarkanku menjadi bagian dari mereka. Mereka melihatku dengan berbeda, dan memperlakukanku dengan berbeda pula. 

Padahal yang aku inginkan bukan menjadi berbeda. Bukan.

Tapi saat melihat wajah itu, aku selalu tau, dia tidak akan pernah memperlakukanku berbeda seperti yang lain. Dia memandangku dengan cara yang wajar, seperti dia memandang semua orang. 

Buatku dia seperti oksigen, dia membuatku kecanduan, tidak bisa melepaskannya, dan sebenar-benarnya tidak akan pernah mau membiarkannya pergi. 

Dia dan aku membagi segalanya bersama. Bahkan membagi rahasia, rahasia-rahasia terkelam sekelam malam yang aku miliki.

Mungkin lain kali


Gue percaya hidup kedua. 
Dan kalo ada yang tanya apa yang pengen lo ubah di hidup lo yang kedua, maka dengan berani gue bakal jawab, gue pengen jadi apapun yang mungkin bisa dicintai oleh orang ini. 

Gue pengen jadi apapun, apapun yang bisa dia cintai lebih dari dirinya. 

Karna di hidup gue yang ini, dia gak seperti itu. Selalu gue. Gue yang lebih mencintainya lebih dari diri gue sendiri. 

Sementara dia. Dia gak pernah kaya gitu. Bahkan mungkin biasa-biasa aja. Padahal gue satu-satunya yang dia punya setelah kematian orang tua nya 10 tahun yang lalu. Tapi dia selalu begini. Dingin. Tidak dapat tergapai. Sekalipun oleh gue. Sahabatnya. Satu-satunya.

Seperti yang dibilang mereka, seperti yang dibilang Ibu, seperti yang dibilang kalian, mencintai memang tidak pernah menyenangkan, jika hanya seorang diri.

“lagi apa?” Rudi nyamperin gue. Secara terburu-buru tapi tetap tidak mau terlihat olehnya, gue nutup buku catatan pribadi gue. “ ah enggak, lagi bikin daftar kado yang mau gue kasih ke elo. Jadi lo masih punya waktu nabung buat beliin semuanya” gue mengedipkan sebelah mata sama rudi.

“yaampun! Gue lupa tra! Jangan bilang daftarnya sepanjang taun lalu. Plis banget, bisa bangkrut gue” ah si rudi ini, selalu nyebelin. Gue kan buat daftar supaya dia gak perlu cari-cari lagi. Malah ngeluh mulu. Gue diemin aja deh. Rudi punya banyak kebiasaan jelek, termasuk yang satu ini. Merajuk biar orang lain gak marah sama dia. Dan yang sangat menyebalkan adalah dia selalu saja bisa meluluhkan siapa pun. Dan menyebalkannya, orang yang selalu luluh adalah gue.

 “gimana kalo nanti kita main. Sambil mikirin, ubah sana sini soal daftar kado lo itu. Yah yah yah?”
dan selalu. Selalu gue mengiyakan. 
Bodoh? Ya begitulah. Orang yang jatuh cinta sendirian memang punya kecenderungan begitu. Kebodohannya sudah mendarah daging.

Aku, sudah lama kalah.



Tashra Avanti.
Entah berapa juta kali aku merapalkan namanya dalam keheningan malam, dalam hiruk pikuk kemacetan Jakarta atau bahkan dalam setiap do’a ku. 

Dia sahabatku. Kami bertemu ketika SMP. Ketika keadaan tidaklah mudah buatku. Tapi, dengan adanya dia, aku diberi kekuatan. Aku diberi senyuman. Setiap hari.

Entah sudah berapa ribu malam aku habiskan mendengarnya berkeluh kesah, mendengarnya berbahagia, mendengarnya patah hati. 

Entah soal ayah yang selalu ngomel setiap kali dia pulang pagi atau soal pak nathan yang nganggep dia idiot karna gak bisa ngerjain soal integral atau tentang sang ketua osis yang dia pergoki sedang mencium leher seorang junior- padahal kamu dan dia masih berpacaran sampai meminta pendapatku soal pakaian dalam apa yang paling seksi untukmu. Ah kalau sudah masalah ini, biasanya aku memutuskan pergi, aku malu, membahas hal seperti itu.

Aku selalu ada. Seperti jam tangan yang tidak pernah lepas dari pergelangan tangannya.

Aku selalu ada. Seperti Ipod yang tidak pernah lupa dia bawa, meski hanya pergi ke SuperMarket.

Aku tidak pernah absen dalam hidupnya. Sekalipun.

Malam ini seperti biasa, aku hadir lagi pada malamnya yang kesekian ribu. Ternyata dia masih marah. Aku tau itu. Kalau dia marah, dia selalu mengenakan baju ataupun kaos berwarna merah. Karna dia selalu tau, aku benci warna itu.

Untungnya aku bawa sesajen untuknya. Sebotol anggur. Dia suka sekali anggur, sementara aku, tidak sama sekali. Perutku lemah. dan memang aku juga sama sekali tidak menyukainya sih. 

“untukmu” aku menyodorkan botol anggur itu tepat di depan hidungnya. Dia tidak bergeming, masih terlihat asyik memainkan Gadget nya. 
Baiklah baiklah, aku akan mengalah lagi. 

“aku minta maaf soal kemarin” dia masih tidak perduli. Lalu aku melanjutkan, “kamu benar. Aku terlalu angkuh kemarin. Maaf yah” sekarang pelan-pelan kamu melirik ke arahku. Tapi belum mau bicara. Yasudah, aku akan menunggunya. Seperti biasa.

Tik tok. Tik tok. Sekitar 10 menit kita tidak saling bicara, aku tau waktunya sudah berakhir. Dia tidak akan pernah tahan kalau 10 menit tidak bicara denganku. “iiiiiiiiiiiih arkarn! Kenapa sih gak ngajak ngobrol aku?” tuhkan, apa ku bilang. Dia itu terlalu transparan di depanku. Aku hafal segala hal tentangnya. 

“hahahahaha, emangnya mau ngajak ngobrol apa? Orang kamunya gitu”  Dia awalnya cemberut tapi lama-kelamaan tertawa juga. Tawa yang selalu aku sukai.

“aku ada berita hot nih ark” Dia mulai bercerita. Bisa kutebak, ini pasti soal cowo lagi. “tau tirta kan? Dia masa nembak aku ark!” tuhkan apa kubilang. Mukanya merona seperti yang sudah-sudah. 
Tirta ini adalah ketua pecinta alam. Aku tidak terlalu mengenalnya, tapi menurut gosip yang aku dengar-dengar, dia ini termasuk kategori “si-mulut-manis”. “dia baru aja putus sama jen. Dan ya gitu, gara-gara aku ikutan pecinta alam terus kan aku itu mantan cheerleader jadi yaaaaa, tau kan ark” Dia senyum-senyum sendiri. Aku tersenyum juga. 
Ini sudah 7 bulan semenjak dia putus sama Ben, si-ketua-OSIS-yang-doyan-main-gila. Semenjak dia putus, dia jarang tertawa. Aku senang melihatnya seperti ini. 
Meskipun sangat tidak menyenangkan buat hatiku, karna kenyataannya, aku tidak pernah bisa membuatnya senyum-senyum seperti sekarang. 


**************************


“heeeeeey” kamu melambaikan tangan ke arah kedatanganku. 
Hari ini tepat 5 bulan kamu berkencan dengan Tirta. Sepertinya dia memberikan dampak yang cukup positif untukmu.

Aku senang. Kamu bilang kamu ingin merayakannya. Dan tumben sekali kamu memilih tempat ini sebagai tempat kita bertukar pikiran. 
Aku meraih ayunan disebelahmu, mencoba memainkannya seperti dahulu ketika masih di TK.

Kamu menengok ke arahku lalu tersenyum-senyum sendiri. Aku bingung. “kenapa?” tanyaku, “6 tahun lagi ark. 6 tahun lagi” kamu tersenyum, mukamu merah merona. Ada apa ini? Aku tidak mengerti. “maksudnya tash?” kamu menengok ke arahku, bahkan mengubah posisi dudukmu hingga sekarang kita berhadapan. “tirta ark! Dia hari ini ngelamar gue!”

DEG! Dilamar? Tunggu aku bingung. 
“bentar deh, maksudnya, lo mau nikah sama tirta?” bertahan sama cowo yang sama dan ngejalanin hubungan serius emang bukan kamu banget. 
Tapi kemudian kamu mengangguk. “iya ark! Aku mau nikah sama dia” 

kamu gak pernah berkata akan menikah dengan siapa. Meskipun aku selalu berharap, laki-laki itu adalah aku.  
“tapi 6 tahun lagi, bukan sekarang. Dia udah kasih aku ini” kamu menunjukkan sebuah cincin sederhana yang melingkar di jari manismu.

Aku tertegun. Memandangimu yang dengan sabar menantikan kalimat itu meluncur keluar dari bibirku. “selamat yah tash”

aku menyerah. Kali ini aku sudah kalah. Kamu tersenyum. Memelukku.


Percayakah akan kesempatan kedua? Ya, aku percaya. Mungkin di kehidupan selanjutnya. Ya, mungkin di suatu ketika yang lain, nanti. Kamu akan mencintaiku.




Di kehidupan yang lain



Kamu percaya kesempatan kedua? 

Tanyamu tiba-tiba pada suatu sore.
Kesempatan kedua? Tanyaku balik seperti orang bodoh. Wajahku sama. Datar seperti biasa. 
“iya. Kesempatan kedua ark. Semacam reward gitu. Entah dikasih karena apa. Mungkin kasihan atau mungkin juga karna pantes ngedapetinnya.”
Kamu menyelesaikan kalimatmu akhirnya.


Aku berfikir. Sebenarnya sih sedikit malas membahas hal seperti ini. Karna aku gak pernah percaya kesempatan kedua. Dalam bentuk apapun. Tapi, tau sendiri, kamu kalau sudah ngambek, akan sangat menyebalkan dan aku benar-benar sedang malas meladeni.


Kamu menghentak-hentakkan kaki, tanda tidak sabar. Selalu begitu. Aku hafal.


“aku gak percaya kesempatan kedua” 

akhirnya satu kalimat itu yang terucap. Sialnya kamu langsung protes.
“kenapa begitu? Manusia kan banyak melakukan kesalahan ark” dahimu berkerut, sebal mendengar pernyataanku. 
Aku menghela nafas. Kalau sudah berdebat dengan kamu, sampai pagi pun akan terus berlanjut jika gak ada pemecahannya. 
Akhirnya aku memberikan penjelasan, “ kesempatan kedua itu Cuma bonus tash, kamu tau reinkarnasi? “ 

kulihat kamu menggangguk tapi tidak menjawab melalui suara yang artinya ingin mendengar kelanjutan dari kalimatku.
“ kalau di kehidupan yang kamu jalani sekarang, kamu bertemu dengan seseorang, kemudian jatuh cinta, namun entah karna alasan apa, kamu dan dia gak bisa bersatu, dan di suatu ketika kamu berdo’a kepada Tuhan agar supaya kamu dan dia dipertemukan dan dipersatukan di kehidupan yang berikutnya itu semacam percaya reinkarnasi tash. Aku gak tau, itu beneran ada atau enggak. Tapi yang jelas, aku gak suka hal semacam itu. Seperti ingin diberi bonus padahal belum tentu hasil kerja kamu maksimal” 
aku berkata panjang kali lebar padamu.
Ini malamku yang kesekian ribu kali. Menemanimu seperti ini. 

Kulihat kamu tercenung. Berfikir sejenak, sebelum akhirnya berkata, “aku percaya kesempatan kedua ark asal kamu tau aja. Coba kamu pikir, Tuhan selalu bakal denger do’a-do’a kamu kan? Padahal kamu pasti penuh dosa. Tapi, Dia tetep bakal ampuni kamu selama kamu sungguh-sungguh meminta. Itu kesempatan kedua kan? Kamu itu terlalu angkuh buat bilang semua hal itu ark” ucapan itu menegaskan. 

Aku menoleh dan kamu, dengan wajahmu yang ditekuk berlipat-lipat, mengambil tas, sneakers, dan segala tetek bengek yang kamu keluarin buat kamu pamerin ke aku. 

Dan kemudian kamu pergi. Selalu seperti ini. 
Semuanya memiliki peran dalam sebuah cerita. Dan peranku disini adalah sebagai penunggu yang setia. Yang mencintai sahabatnya tanpa pernah ia tau.

Kalau boleh jujur.


Aku bohong. Aku selalu percaya kesempatan kedua.


Aku bohong. Aku selalu percaya dengan kehidupan kedua.


Karna aku, disetiap do’a ku selalu berharap, andai nanti, dikehidupan keduaku, entah jadi apapun aku, aku ingin dicintai olehmu.

Sekali lagi

Hari ini , sekali lagi , hidup memberikanku sebuah kejutan.

Bukan. Ini bukan semacam kejutan menyenangkan.

Boleh dibilang, ini semacam kejutan yang tidak membuatku terkejut.
Ah, mungkin itu karna kamu yang terlalu transparan untukku dapat menebaknya.
Kadang kala, ketika hidup memberikan kejutan-kejutannya, mungkin kita tidak perlu terkejut.
Bukan. Bukan karna aku , kamu atau kalian yang telah menebaknya.

Tapi , yang diinginkan hidup bukanlah tebakan tepat tentang kejutan yang dia berikan atau rasa kaget luar biasa.

Mungkin yang diinginkan oleh hidup adalah kesiapan, keberanian untuk dapat menertawakan dengan keras dan lantang saat hidup memberikanmu sebuah kejutan.

Sekali lagi.