Kamis, 15 Agustus 2013

Aku, sudah lama kalah.



Tashra Avanti.
Entah berapa juta kali aku merapalkan namanya dalam keheningan malam, dalam hiruk pikuk kemacetan Jakarta atau bahkan dalam setiap do’a ku. 

Dia sahabatku. Kami bertemu ketika SMP. Ketika keadaan tidaklah mudah buatku. Tapi, dengan adanya dia, aku diberi kekuatan. Aku diberi senyuman. Setiap hari.

Entah sudah berapa ribu malam aku habiskan mendengarnya berkeluh kesah, mendengarnya berbahagia, mendengarnya patah hati. 

Entah soal ayah yang selalu ngomel setiap kali dia pulang pagi atau soal pak nathan yang nganggep dia idiot karna gak bisa ngerjain soal integral atau tentang sang ketua osis yang dia pergoki sedang mencium leher seorang junior- padahal kamu dan dia masih berpacaran sampai meminta pendapatku soal pakaian dalam apa yang paling seksi untukmu. Ah kalau sudah masalah ini, biasanya aku memutuskan pergi, aku malu, membahas hal seperti itu.

Aku selalu ada. Seperti jam tangan yang tidak pernah lepas dari pergelangan tangannya.

Aku selalu ada. Seperti Ipod yang tidak pernah lupa dia bawa, meski hanya pergi ke SuperMarket.

Aku tidak pernah absen dalam hidupnya. Sekalipun.

Malam ini seperti biasa, aku hadir lagi pada malamnya yang kesekian ribu. Ternyata dia masih marah. Aku tau itu. Kalau dia marah, dia selalu mengenakan baju ataupun kaos berwarna merah. Karna dia selalu tau, aku benci warna itu.

Untungnya aku bawa sesajen untuknya. Sebotol anggur. Dia suka sekali anggur, sementara aku, tidak sama sekali. Perutku lemah. dan memang aku juga sama sekali tidak menyukainya sih. 

“untukmu” aku menyodorkan botol anggur itu tepat di depan hidungnya. Dia tidak bergeming, masih terlihat asyik memainkan Gadget nya. 
Baiklah baiklah, aku akan mengalah lagi. 

“aku minta maaf soal kemarin” dia masih tidak perduli. Lalu aku melanjutkan, “kamu benar. Aku terlalu angkuh kemarin. Maaf yah” sekarang pelan-pelan kamu melirik ke arahku. Tapi belum mau bicara. Yasudah, aku akan menunggunya. Seperti biasa.

Tik tok. Tik tok. Sekitar 10 menit kita tidak saling bicara, aku tau waktunya sudah berakhir. Dia tidak akan pernah tahan kalau 10 menit tidak bicara denganku. “iiiiiiiiiiiih arkarn! Kenapa sih gak ngajak ngobrol aku?” tuhkan, apa ku bilang. Dia itu terlalu transparan di depanku. Aku hafal segala hal tentangnya. 

“hahahahaha, emangnya mau ngajak ngobrol apa? Orang kamunya gitu”  Dia awalnya cemberut tapi lama-kelamaan tertawa juga. Tawa yang selalu aku sukai.

“aku ada berita hot nih ark” Dia mulai bercerita. Bisa kutebak, ini pasti soal cowo lagi. “tau tirta kan? Dia masa nembak aku ark!” tuhkan apa kubilang. Mukanya merona seperti yang sudah-sudah. 
Tirta ini adalah ketua pecinta alam. Aku tidak terlalu mengenalnya, tapi menurut gosip yang aku dengar-dengar, dia ini termasuk kategori “si-mulut-manis”. “dia baru aja putus sama jen. Dan ya gitu, gara-gara aku ikutan pecinta alam terus kan aku itu mantan cheerleader jadi yaaaaa, tau kan ark” Dia senyum-senyum sendiri. Aku tersenyum juga. 
Ini sudah 7 bulan semenjak dia putus sama Ben, si-ketua-OSIS-yang-doyan-main-gila. Semenjak dia putus, dia jarang tertawa. Aku senang melihatnya seperti ini. 
Meskipun sangat tidak menyenangkan buat hatiku, karna kenyataannya, aku tidak pernah bisa membuatnya senyum-senyum seperti sekarang. 


**************************


“heeeeeey” kamu melambaikan tangan ke arah kedatanganku. 
Hari ini tepat 5 bulan kamu berkencan dengan Tirta. Sepertinya dia memberikan dampak yang cukup positif untukmu.

Aku senang. Kamu bilang kamu ingin merayakannya. Dan tumben sekali kamu memilih tempat ini sebagai tempat kita bertukar pikiran. 
Aku meraih ayunan disebelahmu, mencoba memainkannya seperti dahulu ketika masih di TK.

Kamu menengok ke arahku lalu tersenyum-senyum sendiri. Aku bingung. “kenapa?” tanyaku, “6 tahun lagi ark. 6 tahun lagi” kamu tersenyum, mukamu merah merona. Ada apa ini? Aku tidak mengerti. “maksudnya tash?” kamu menengok ke arahku, bahkan mengubah posisi dudukmu hingga sekarang kita berhadapan. “tirta ark! Dia hari ini ngelamar gue!”

DEG! Dilamar? Tunggu aku bingung. 
“bentar deh, maksudnya, lo mau nikah sama tirta?” bertahan sama cowo yang sama dan ngejalanin hubungan serius emang bukan kamu banget. 
Tapi kemudian kamu mengangguk. “iya ark! Aku mau nikah sama dia” 

kamu gak pernah berkata akan menikah dengan siapa. Meskipun aku selalu berharap, laki-laki itu adalah aku.  
“tapi 6 tahun lagi, bukan sekarang. Dia udah kasih aku ini” kamu menunjukkan sebuah cincin sederhana yang melingkar di jari manismu.

Aku tertegun. Memandangimu yang dengan sabar menantikan kalimat itu meluncur keluar dari bibirku. “selamat yah tash”

aku menyerah. Kali ini aku sudah kalah. Kamu tersenyum. Memelukku.


Percayakah akan kesempatan kedua? Ya, aku percaya. Mungkin di kehidupan selanjutnya. Ya, mungkin di suatu ketika yang lain, nanti. Kamu akan mencintaiku.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar